Senin, 11 Februari 2013

Pajak Pertambahan Nilai


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.
Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya.
Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang No. 11 Tahun 1994, Undang-Undang No. 18 Tahun 2000, dan Undang_Undang No. 42 Tahun 2009.

 

Karakteristik

  • Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.
  • Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi.
  • Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak.
  • Menghindari pengenaan pajak berganda.
  • Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran.

Perkecualian

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 18/2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:

Barang tidak kena PPN

  • barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
  1. minyak mentah (crude oil).
  2. Gas bumi tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat.
  3. Panas bumi.
  4. asbes, batu tulis, batu setengah permata,batu kapur, batu apung, batu permata,bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips,kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat(phospat), talk, tanah serap (fullers earth),tanah diatome, tanah liat, tawas (alum),tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit.
  5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara dan.
  6. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
  • Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, meliputi:
  1. beras
  2. gabah
  3. jagung
  4. sagu
  5. kedelai
  6. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
  7. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan,dibekukan, dikemas atau tidak dikemas,digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
  8. telur, yaitu telur yang tidak diolah,termasuk telur yang dibersihkan,diasinkan, atau dikemas
  9. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
  10. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas,dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
  11. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering.

Jasa tidak kena PPN

  • jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
  1. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.
  2. Jasa dokter hewan.
  3. Jasa ahli kesehatan, seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi.
  4. Jasa kebidanan dan dukun bayi.
  5. Jasa paramedis dan perawat.
  6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
  7. Jasa psikolog dan psikiater.
  8. Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
  • jasa pelayanan sosial, meliputi:
  1. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo.
  2. Jasa pemadam kebakaran.
  3. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.
  4. Jasa lembaga rehabilitasi.
  5. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium.
  6. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
  • jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel danmenggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
  • jasa keuangan, meliputi:
  1. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
  2. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat,sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya.
  3. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) anjak piutang;
c) usaha kartu kredit; dan/atau
d) pembiayaan konsumen;.
  1. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia
  2. jasa penjaminan
  • jasa asuransi
  • jasa keagamaan, meliputi:
  1. Jasa pelayanan rumah ibadah.
  2. Jasa pemberian khotbah atau dakwah.
  3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan
  4. Jasa lainnya di bidang keagamaan.
  • jasa pendidikan, meliputi:
  1. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
  2. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
  • jasa kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
  • jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
  • jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
  • jasa tenaga kerja, meliputi:
  1. jasa tenaga kerja.
  2. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
  3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
  • jasa perhotelan, meliputi:
  1. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap.
  2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
  • jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
  • jasa penyediaan tempat parkir
  • jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
  • jasa pengiriman uang dengan wesel pos
  • jasa boga atau katering 
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Tarif PPN dan PPnBM
  1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
  2. Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:
    • ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;
    • ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
    • ekspor Jasa Kena Pajak.
  3. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).
  4. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen).
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
  1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
  2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
  3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
  4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
  5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :
  1. untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  2. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
  3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
  4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
  5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
  6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;
  7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
  8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
  9. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
  10. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM
  1. PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
    Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
    = 10% x Rp25.000.000,00
    = Rp2.500.000,00
    PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
  2. PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp20.000.000,00
    PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
    = 10% x Rp20.000.000,00
    = Rp 2.000.000,00
    PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
  3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
    = 10% x Rp15.000.000,00
    = Rp 1.500.000,00
  4. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
    Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
    1. Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
    2. PPN = 10% x Rp5.000.000,00
      = Rp500.000,00
    3. PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00
      = Rp1.000.000,00
  5. Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%.
    Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
    Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
    1. Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
    2. PPN = 10% x Rp50.000.000,00
      = Rp5.000.000,00
    3. c. PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00
      = Rp17.500.000,00
    PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

 

Minggu, 10 Februari 2013

Perhitungan PPh Pasal 21


Pajak Penghasilan Pasal 21
Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pemotong PPh Pasal 21
  1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
  2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
  3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan badan-badan lainnya;
  4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
  5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan;
Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
  1. Pegawai;
  2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
  3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
    1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
    2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
    3. olahragawan;
    4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
    5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
    6. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
    7. agen iklan;
    8. pengawas atau pengelola proyek;
    9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
    10. petugas penjaja barang dagangan;
    11. petugas dinas luar asuransi;
    12. distributor multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya.
  4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
    1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
    2. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
    3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
    4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
    5. peserta kegiatan lainnya.
Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
  1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :
    1. bukan Warga Negara Indonesia; dan
    2. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
  4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
  5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
  6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
  1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
  3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
  4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
  5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Lain-Lain
  1. Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  2. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak saat mulai bekerja atau mulai pensiun;
  3. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya;
  4. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak;

Nampaknya masih banyak pegawai atau karyawan yang masih bingung tentang bagaimana cara menghitung pajak atas gaji karyawan. Nah, untuk itu saya coba memberikan contoh sederhana tentang cara menghitung pajak karyawan yang dalam bahasa teknis perpajakan disebut pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk pegawai tetap.
Untuk memudahkan, di sini saya ambilkan contoh perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PER-31/PJ/2009 dan PER-57/2009 yang sudah disesuaikan dengan PTKP terbaru yang berlaku tahun 2013. Untuk memudahkan saya coba menggunakan contoh yang paling sederhana.
Misal, Tuan Sule pegawai pada perusahaan PT Opera Van Java, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 10.000.000,00. PT Opera Van Java mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Opera Van Java menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Tuan Sule membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Opera Van Java juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.
PT Opera Van Java membayar iuran pensiun untuk Tuan Sule ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 300.000,00, sedangkan Tuan Sule membayar iuran pensiun sebesar Rp. 200.000,00.
Perhatikan, perhitungan untuk mengetahui berapa besarnya pajak (penghasilan) yang harus dipotong PT Opera Van Java untuk satu bulannya.
Gaji sebulan
10.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
50.000
Premi Jaminan Kematian
30.000
Jumlah
Penghasilan Bruto

10.080.000



Pengurangan :

1. Biaya Jabatan 500.000
2. Iuran Pensiun 200.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua
200.000

Jumlah Pengurangan
900.000
Penghasilan Neto Sebulan
9.180.000
Penghasilan Neto Setahun
110.160.000
PTKP

- Diri WP Sendiri 24.300.000
- Status Kawin
2.025.000

Jumlah PTKP
26.325.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun
83.835.000
Pembulatan
83.835.000
PPh Pasal 21 Setahun (5%, 15%)
7.575.250
PPh Pasal 21 Sebulan (dibagi 12)
631.271
Langkah pertama kita menjumlahkan penghasilan bruto. Penghasilan bruto ini adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan atau pegawai secara teratur dalam sebulannya. Yang termasuk dalam penghasilan bruto ini misalnya adalah gaji, tunjangan-tunjangan, uang lembur dan premi asuransi yang ditanggung oleh perusahaan. Tidak termasuk dalam penghasilan bruto adalah imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Dalam contoh di atas penghasilan bruto yang menjadi objek PPh Pasal 21 adalah gaji, premi jaminan kecelakaan kerja (5% dari gaji) dan premi jaminan kematian (0,3% dari gaji) yang dibayar atau ditanggung perusahaan.
Langkah berikutnya kita hitung pengurang yang diperbolehkan yaitu pada dasarnya ada dua macam yaitu biaya jabatan dan iuran pensiun (termsuk iuran jaminan hari tua). Biaya jabatan sendiri besarnya 5% dari penghasilan bruto 5% x Rp10.080.000,00 atau sama dengan Rp504.000,00. Jumlah ini masih di atas maksimum yang diperkenankan yaitu sebesar Rp500.000,00 per bulan sehingga biaya jabatan adalah sebesar Rp500.000,00.
Pengurang lainnya adalah iuran pensiun dan iuran JHT yang masing-masing Rp200.000,00 dan Rp200.000,00 (2% dari gaji) per bulan. Iuran pensiun dan iuran JHT yang dibayar atau ditanggung oleh perusahaan tidak dapat dikurangkan. Dengan demikian, jumlah seluruh pengurang adalah Rp900.000,00.
Penghasilan bruto Rp10.080.000,00 dikurangi pengurang Rp900.000 sama dengan Rp9.180.000,00. Jumlah inilah yang dimaksud dengan penghasilan neto sebulan. Selanjutnya penghasilan neto sebulan ini kita buat setahun dengan cara penghasilan neto sebulan dikali 12 bulan atau Rp9.180.000 x 12 = Rp110.160.000,00.
Setelah itu barulah kita kurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku pada tahun 2013 yang dalam hal ini jumlahnya adalah Rp26.325.000,00. Selisihnya  inilah yang merupakan Penghasilan Kena Pajak (Rp83.835.000,00).
Pajak Penghasilan terutang adalah tarif pajak (berdasarkan tarif Pasal 17 UU Pajak Penghasilan) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.  Besarnya adalah 5% x Rp50.000.000,00 + 15% x (Rp83.835.000,00 – Rp50.000.000,00) = Rp7.575.250,00.
Nah, karena kita menghitung PPh Pasal 21 untuk satu bulan, maka PPh Pasal 21 terutang di atas tinggal dibagi 12 sehingga pajak yang dipotong oleh PT Opera Van Java atas penghasilannya Tuan Sule adalah Rp7.575.250 : 12 = Rp631.271,00.